Tuesday 15 February 2011

Sahabatku Cin(T)a



Kupanggil dia Chenchen, nama sebenarnya Cen Siu Fen. Berkulit putih, rambutnya yang kaku sering diikat seperti buntut kuda, bermata sipit, pipinya tembem, bibirnya semerah buah ceri yang ranum. Aku suka sekali melihat dia tersenyum, wajahnya jadi mirip boneka, apalagi kalau dia tertawa..sering jadi bahan ledekanku. Saat dia tertawa terpingkal-pingkal, cepat2 aku lari bersembunyi, memperhatikan dia diam-diam dari tempat persembunyianku. Ketika suara tawanya sudah reda, saat itulah aku menikmati moment yang mengasikkan. Dia akan terkejut sendiri, mendapati aku telah hilang dari sampingnya, lalu beberapa saat akan kubiarkan dia memanggil-manggil namaku, bila perlu kubiarkan dia mencari-cari sambil meneriakkan namaku sampai sedikit agak panik, ini moment lain yang kusuka. Saat dia panik, pipinya akan semakin merah seperti buat tomat, matanya mulai digenangi air bening, maka seketika aku akan melompat ke hadapannya, dan Chenchen tidak jadi menangis, tapi pipinya akan semakin memerah, seperti buah tomat yang siap meledak. “Makanya Chen, kalo tertawa jangan sambil tidur…” 



Dan kami tergelak bersama. Ah! Cen Siu Fen..Boneka Cina sahabat masa kecilku..
Lama sudah waktu berlalu, 20thn sudah aku tak bertemu dengannya, saat ada kesempatan bertemu kembali dengan sahabatku yang satu ini, semua telah berubah, tak ada pipi tembem lagi, tak ada ekor kuda di kepalanya, dan aku sekarang tidak bisa lagi menikmati gelak tawanya yang renyah.


Chenchen kecil yang periang sekarang lebih sering termenung, tapi aneh wajahnya semakin hari semakin berseri, seolah 20thn waktu berjalan tak pernah membuatnya menua, pipinya memang tidak tembem, tapi rona merah malah membuatnya semakin cantik. Mata sipitnya yang dulu mirip mata boneka, sekarang lebih mirip telaga kecil yang airnya tenang menghanyutkan. “Chen, Imlek sudah dekat, masih mau kah kamu mengajakku ke rumah Nainai dan Kongkong mu? Ah! Aku rindu kue keranjang, jeruk manis, lampion dan hiasan Imlek yang serba merah itu Chen..Apalagi saat semua Om dan Tantemu membagikan angpao..” Ujarku, dan Chenchen hanya tersenyum mendengarkan dengan penuh khidmat.


“Untuk apa semua itu kau rindukan? Harusnya kau berbahagia, Kau sudah mendapatkannya, sekalipun Imlek tidak pernah datang, atau tidak pernah Kau rayakan.” Aku tertohok dengan ucapannya yang lembut namun terasa nyaring menggema di kepalaku.

“Aku berikan seluruh kebahagian Imlek ini untuk kau, sahabat karibku, saudaraku.. maka aku akan berbahagia bersamamu”.  Lanjutnya dengan nada yang tetap tenang, setenang telaga di matanya. Dan sekeranjang berisi penuh segala macam benda serta secarik kertas berisi tulisannya kini berada di tanganku, isi dari tulisan itu seperti berikut:
“Kuberikan semua ini kepadamu, agar kau senantiasa memahami kebahagiaan Imlek yang telah kufahami..”

1. Buah jeruk, agar kau selalu berharap kesuburan dan kesejahteraan dari NYA.
2. Angpao merah, agar kau mau berbagi rejeki yang kau punya kepada saudara-saudarmu.
3. Warna merah, sebagai sikap pantang menyerah, selalu bersemangat menghadapi segala tantangan.
4. Kue Keranjang, agar kau senantiasa menjaga tali persaudaraan.
5. Lampion, agar selalu diberkahi ‘terang’ dalam perjalanan hidupmu.
6. Pohon Meiwa, agar kau senantiasa berfikir tentang keabadian, hidup tidak hanya sementara ini saja.
7. Berdoalah di pertengahan malam, dengan cara apapun yang kau yakini.
8. Berusahalah agar apa yang kau miliki, rejeki, kebahagiaan, kesuburan, persaudaraan terus menerus menjadi bagian dirimu, seperti angka 8.

Imlek bukan hanya bagian dari hidup yang isinya hura-hura dan pesta fora. Imlek adalah serangkaian makna dari seluruh perjalanan hidup. Satu hari perenungan untuk mengenang, menilai diri, dan melihat kembali apa yang sudah kau lakukan dalam 364hari lainnya. Imlek harusnya menjadikan suatu perayaan yang sangat pribadi, dimana kau jadi lebih mengenal DIA yang telah memberi hidup dan seluruh kehidupan.

Lalu.. untuk ketenangan, keyakinan dan binar mataku yang kau kagumi secara diam-diam, kuberitahukan rahasiaku yang paling rahasia.. TERSENYUMLAH…..”

Terima kasih Chenchen, terima kasih sahabatku Cen Siu Fen, ‘Boneka China’ yang kucintai. Aku akan tersenyum juga untukmu. Selamat merayakan Imlek.

GONG XI FAT CHOI