Monday 14 March 2011

After Life (NDE)



MATI & KEMATIAN ADALAH HAL YANG PASTI!
menakutkan? obsesi?


Aku akan mulai dengan kata terakhir, OBSESI…rasa ingin tahu, penasaran, tergelitik menyebabkan banyak orang membicarakan tentang kematian, atau malah menghindarinya sebisa mungkin. Mati & Kematian identik dengan misteri bagiku, barangkali bagi kebanyakan orang yang pernah meluangkan waktu untuk memikirkan hal yang satu ini.

Ketika mati, benarkah orang bertemu dengan malaikat? benarkah orang mati bertemu orang-orang lainnya yang terlebih dahulu mati? benarkah orang mati bertemu Tuhan?? Anehnya mati bagiku hanyalah kondisi, awalnya tak ada suatupu yang terlihat, terasa, teraba, aku tak bertemu siapapun, yang bisa ku ingat, aku ada di dalam sebuah kegelapan yang pekat, sampai-sampai  tak mampu merasakan degup jantungku sendiri, tak mampu merasakan nafasku sendiri.


Dalam hitungan yang tak bisa  kuhitung semuanya berubah, ruang itu menjadi amat lapang dan terang, makin lapang, makin terangnya menyilaukan, anehnya matapun tak bisa berkedip demi menghalau silaunya yang menusuk tajam seperti kilat menyambar dan menghancurkan tubuh ini sampai tak bersisa. Sakit, pedih, ngilu tak tertahankan merobek setiap inci tubuh yang sudah hancur binasa, tak kuasa menahannya hingga aku berdoa dalam hati, meminta mati tuk mengakhiri semuanya.


Ruang yang luas itu sepertinya tak memiliki dinding, sepertinya ta terhitung berapa luasnya.. Terang itu masih menyilaukan dan menghujamkan ribuan mata pedang ke arah tubuh ini, dan mulut ini masih mengucap doa memohon akhir dari sakit yang tak tertahankan.. Ketika doa serasa didengar dan dikabulkan, kini aku tersadar sepenuhnya, terperangah, terkejut.. namun tak kurasakan degup jantung yang mengencang, barangkali itu hanya gambaranku saja, ketika aku melihat tubuhku sendiri tergeletak lunglai tak berdaya, darah menyembur dari bagian kaki, kepala, dan punggungku sendiri, oh dari tubuhku yang tergeletak di aspal jalanan itu.. Tersadar dengan sekelilingku, walau mata ini tak bisa menjauh dari pemandangan yang ada didepanku, melihat tubuhku hancur, bersimbah darah. Lamat-lamat kudengar suara hiruk pikuk, orang-orang mulai berdatangan, mengelilingi tubuhku yang itu. Gelap mulai mengelilingiku lagi..


Kudengar suara rintihan halus, pilu.. diselingi doa-doa, memanggil namaku, isak tangis, diam, menangis lagi, doa lagi, dan dia memanggil namaku.. suaranya amat kukenal.. ah! itu ibuku, kenapa dia menangis? kusentuh punggungnya dia bergeming, dia hanya duduk memandangi tubuh yang terbaring di tempat tidur itu.. TIDAK!! itu tubuhku.. berbagai macam selang menempel keluar masuk dari lubang-lubang yang sepertinya dibuat seseorang di berbagai sudut tubuhku yang itu.. Oh! Ibu.. maaf aku telah membuatmu menangisi tubuhku yang itu.. Aku disini, Bu.. aku disampingmu.. Dia tak mendengarku. Berkali-kali kuusahakan agar dia mendengarku, tak pernah membawa hasil, sampai akhirnya aku menyerah, aku hanya bisa memandangi ibuku, tubuhku di sudut ruangan itu.


Saatnya aku berjalan menyusuri waktu dan segala sesuatu yang terjadi dalam kurun waktu, kadang aku kebingungan, orang-orang yang kulihat tak bisa seluruhnya kukenali, tempat yang kulihat tak sepenuhna kukenali, aku hanya diperbolehkan berjalan, terus berjalan, ditemani orang yang memiliki wajah serupa denganku, aku tak diperbolehkan bertanya, dan mempertanyakan, aku hanya boleh berjalan lurus ke depan, tak bisa kuhentikan. Sebenarnya kadang aku merasa sedang menonton sebuah film dengan durasi sangat panjang, semua adegan itu hanya melesat cepat di depan mataku, tak boleh kuhentikan, dan memang tak bisa. Kenapa aku menyebutnya waktu? aku tak tahu.. hanya kata itu yang terlintas di pikiranku.


Kini kembali kudengar ibuku memanggil namaku, ya.. suaranya amat kukenal, kadang ingin kuberlari memeluk tubuhnya, rasa rindu ini tak tertahankan, tapi aku tahu.. itu sia-sia. Ketika keinginanku teramat menggebu untuk mengguncang tubuh ibuku, memeluknya, meneriakkan namanya agar dia menoleh, memalingkan wajah padaku, maka selanjutanya aku akan ditarip pada gelap yang sudah amat kukenal, maka.. setiap kali keinginan itu muncul, aku akan menahan sebisaku, bagiku doa-doa dan ratap pilu tangisannya sudah menjadi nyanyian merdu penghibaran dalam masa penantian. Ah! orang yang mengenakan topeng wajahku pernah berkata padaku, “Bersabarlah.. tunggu sampai semuanya tuntas..” Ya! hanya kata-kata itu yang kuingat, satu kalimat yang tetap akan kuingat.


Kini aku gelisah, entah mengapa rasa nyeri ini tak bisa kuhentikan, diseling rasa perih, sakit, tiada dapat kuhentikan, sakit ini terus menghebat, terus mendera.. Kurasakan jutaan palu godam menghantam kepala, dada, dan seluruh permukaan tubuhku, ingin aku berteriak, aku ingin mengakhiri rasa ini, ingin aku bangkit dan berlari, aku butuh sesuatu untuk mengehntikannya.. Kurasakan sesuatu di genggaman tanganku, cepat kuremas, kugenggam, ya makin nyata kurasa, kupikir ini kesempatanku terakhir untuk meronta, mengakhiri rasa sakitku.. sambil kugenggam lebih keras aku mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa, kuteriakkan sesuatu, keras, keras sekali.. Aku tak mau berhenti berteriak, aku ingin Ibu mendengarku.. Ketika kubuka kedua mataku.. kulihat wajah penuh kasih ibuku, dengan linangan air mata danpuja- puji syukur kehadirat Tuhan,


 “Nak.. akhirnya kau menemukan jalan pulang.. ini Ibumu nak, Ibu menunggumu pulang…”


Hanya itu yang bisa kuceritakan sebagai kenang-kenangan sepulangku dari koma selama kurang lebih 40hari.. Saat ibuku yang ada disamping tubuhku, saat itulah aku bisa memahami, aku ada diantar ketiadaan. Hanya Ibu yang bisa kujadikan arah pulang.


Percayalah! bertahun-tahun aku mencoba memahami apa dan bagaimana semua itu, dalam ketidak berdayaan ini, tubuhku lumpuh dan aku harus menghabiskan sisa umurku dengan kursi roda ini. Kecelakaan di jalan raya itu, motorku dihantam truk gandengan itu, dulu membuat ku frustasi dan ingin mengakhiri hidupku.. lagi! Tapi ada satu yang selalu menghalangiku, kalimat yang ‘dia’ titipkan.. selalu terngiang. Dan selalu mampu menghentikan niatku untuk menghabisi masa penantian ini.



_________________________________________________________

The main alternative is that near-death experiences are “evidence of consciousness becoming separated from the physical substrate of the brain, possibly even a glimpse of an afterlife,” The University of London’s French noted.