Saturday 12 March 2011

I am What I am (2) When I....


Pengakuan dari seorang homoseksual tentang
perjalanan hidupnya, ditulis langsung oleh yang bersangkutan,
tanpa editing sedikitpun, semoga berkenan.


Saya adalah saya saat saya...
Menghadapi pergumulan antara nurani dan logika tentang bagaimana saya harus bisa menjelaskan arah dan tujuan hidup saya terhadap keluarga dengan menyandang predikat yang notabene terlihat aneh.
Nurani berkata kalau arah hidup saya adalah harus menyenangkan orang2 yang saya kasihi dan sayangi, terutama keluarga,  walau saya tidak perlu hadir dalam wujud sebagai badut yang konyol. Sementara logika juga berbicara dan ingin menyangkal semua kodrat dari Sang Pencipta yang sudah diberikan kepada saya untuk saya sandang selama saya masih di berikan nafas kehidupan ini. Keduanya berbenturan dan ternyata kedua-duanya sama2 kuat...hadeuhh...

Hal yang saya lakukan saat itu adalah saya ikuti saja apa yang nurani katakan dan apa yang logika tentukan. Dengan satu catatan penting yang jadi meja pertemuan damai saat nurani dan logika sedang gencatan senjata, bahwa apa pun yang saya lakukan, jangan sampai saya menyakiti atau pun melukai orang lain. Ini catatan teramat penting dalam benak saya karena saya paham dan saya sadari bahwa saya sebenarnya sudah menyakiti dan melukai orang tua saya dan saya juga sudah melukai Sang Pencipta.
Sampai akhirnya nurani dan logika saling jatuh cinta dan menikah dalam diri saya. Menyatu dan saling mempererat jalinan tali yang tersimpul kuat tanpa perlu lagi menggunakan meja pertemuan damai itu.
Saat beranjak dewasa, dengan berani saya ikrarkan diri saya sebagai salah satu dari orang2 pilihan yang harus menyandang gelar dan predikat yang lagi harus saya sebut : HOMOSEKSUAL...


Saya adalah saya saat saya...
Menghadapi pertarungan dalam diri sendiri tentang siapa diri saya ini dengan cara dan gaya saya terhadap orang lain atau pun sekitar saya. Walau bukan suatu pertarungan sengit yang terjadi seperti perang dunia I atau pun pertarungan dahsyat dalam desahan birahi...hhhssss...kok  jadi bahas itu...??
Maksud saya, saat saya sedang dalam masa untuk berusaha mengikrarkan predikat yang buat orang lain adalah suatu predikat yang harusnya terjadi di jaman Sodom dan Gomorah sedang berjaya saja, bukanlah suatu masa yang sangat menyenangkan untuk saya lalui.
Pergumulan yang harus saya hadapi bukan hanya sekedar ucapan saja tapi juga sudah secara fisik. Entah mereka ungkapkan dengan cara bergumam sambil kumur2 gak jelas dengan gaya sebagai mahluk yang paling sempurna atau pun dengan cara halus seperti hantu yang tak terlihat bergeser perlahan untuk menjauh dari saya.
Tapi semua itu saya hadapi dengan cara saya berdiam, takut ucapan saya salah atau pun dengan cara saya juga menghindar dari mereka, takut kalau2 tanpa saya sadari ternyata ada ulet bulu yang sedang menempel di baju yang sedang saya kenakan...hehehe...
Bukan suatu hal yang dosa untuk berusaha menahan diri dengan tidak kembalikan ucapan mereka dengan cara mencuci mulut mereka pakai deterjen super bersih. Juga bukan suatu hal yang salah untuk berusaha tidak kembalikan perlakuan mereka secara fisik dengan cara sengaja meletakkan ulet bulu beneran pada mereka... :-)


Jujur saja, saat saya sedang dalam masa tersebut, saya benar2 merasa tersisih dan merasa seperti mahluk, yang disebut sebagai manusia, yang tidak layak hadir dalam lingkungan mana pun. Gereja yang saya anggap sebagai tempat berlindung pun seakan menjadi ajang pelucutan harga diri untuk mempermalukan diri saya sendiri atau pun keluarga yang sampai saat ini sangat saya cintai dan saya kasihi. Bisa di bayangkan bagaimana orang lain perlakukan saya di luar lingkungan gereja...
Hal yang tidak menyenangkan ini, tidak membuat saya semakin membenci Sang Pencipta walau pernah terbersit rasa sakit hati dalam sejuta tanya : "MENGAPA....". Pernah saking saya penasaran untuk bisa dapatkan jawaban langung dari Sang Pencipta, saya melakukan hal yang seharusnya tidak boleh saya lakukan, SUICIDE...hallaaaahhh...dah seperti di sinetron atau cerita2 telenovela. Hal itu pernah hampir saya lakukan selain karena saya kecewa dengan keberadaan diri saya sendiri, tapi saya juga merasakan kecewa yang teramat sangat atas perlakuan dari orang2 yang merasa dirinya paling sempurna...termasuk keluarga saya yang belum bisa menerima siapa diri saya secara utuh ( on that time, y...)...hadeuhhh...
Beruntung saya tidak sampai harus meregang nyawa dan masuk dalam berita yang sebenarnya gak pentingjuga untuk di jadikan cerita dalam berita..hhiiihhhh....


Saya adalah saya saat saya...
Harus hadapi juga pergumulan tentang diri saya terhadap orang2 terdekat saya, termasuk keluarga saya sendiri. Seperti yang sudah saya jabarkan sedikit dalam note saya : SAYA ADALAH SAYA, hal yang paling sulit untuk mengikrarkan diri saya sebagai penyandang predikat tersebut adalah lingkungan terdekat saya, keluarga. Bertahun-tahun sebelum keberanian itu muncul, saya terpojok dengan keinginan keluarga yang ingin saya menikah. Daaarrrrr...
Saya lupa apa alasan saya saat itu sampai saya banyak berkelit dari keinginan mama dan papa untuk satu hal, pernikahan. Kalau saya tidak salah ingat, saat itu alasan saya terhadap keluarga adalah saya ingin kejar ilmu dulu. Walau sebenarnya saya sudah gumoh berkali-kali dengan semua diktat2, makalah, buku tulis, catatan dan semua pelajaran yang saat itu sedang saya lakoni hanya untuk hindari keinginan keluarga. Saya hanya ingin menikah jika saya di ijinkan menikah dengan perempuan yang jadi pilihan saya...tuing...
Sudah lah cerita saya tentang SAYA ADALAH SAYA SAAT SAYA hadapi pergumulan dengan keluarga saya. Singkat cerita, keluarga saya sudah bisa terima saya sebagaimana diri saya si penyandang predikat itu.
Dengan kata lain, saya tidak usah berucap layaknya film2 dalam negri atau pun layaknya film2 hollywood seperti ini :


Child   : Mom, dad, I would like to tell to you both something..
Parents : What would you like to tell, child...??
Child   : I'm HOMO...tet teretet tetttt...duuaarrr....
Bukan..bukan seperti itu saya ungkapkan siapa diri saya kepada kedua orang tua saya. Yang saya lakukan saat itu adalah saya sering bawa pacar2 saya, yang notabene adalah perempuan, ke rumah. Tidak sungkan saya kenalkan mereka ke mama dan papa. Mungkin cara ini yang buat kedua orang tua saya akhirnya menerima saya dengan usapan di dada dan dalam tangis yang tidak saya ketahui...hiks...


Saya adalah saya saat saya...
Mengikrarkan diri sebagai seorang HOMOSEKSUAL di hadapan Sang Pencipta, adalah satu hal yang sangat mudah bagi saya. Kenapa..?? Karena saya berpikir bahwa Dia adalah Sang Pencipta yang tidak mungkin tidak tahu siapa saya di hadapanNya. Ya iya lah...kan Dia yang ciptakan saya, walau mungkin Dia tidak mencipatakan saya untuk jadi seperti ini. Karena semua ciptaanNya sempurna adanya ( acungkan jari yang setuju dengan kata2 saya ini...saya sudah duluan acungkan jari saya...). Tidak ada hal yang bisa saya sembunyikan di hadapanNya.


Ini adanya diri saya di hadapan Sang Pencipta. Mau saya pakai rok, mau saya pakai celana pantalon yang rapi atau pun saya tidak mengenakan sehelai benang pun, tetap SAYA ADALAH SAYA...
Saya sudah serahkan diri saya secara utuh ke Sang Pencipta dengan satu prinsip yang paling dasar atas suatu keyakinan yang termat teguh dalam kehidupan saya bahwa : "Dilarang keras manusia menghakimi saya. Yang paling berhak untuk menghakimi saya dengan keberadaan diri saya cuma Dia, yang menciptakan saya..."
Karena saya sadar dan saya memegang teguh keyakinan ini, maka dari itu, saya selalu berusaha untuk juga tidak menghakimi orang lain.
Dengan kata lain, saya selau berusaha untuk melihat orang lain bukan dari luarnya saja tapi saya juga harus lihat orang lain secara utuh..bukan berarti harus telanjang, yah...hehehe... Ini bahasa kerennya : "Don't judge the book by it cover.." 



 (Jakarta March 12, 2011)
Joe